Budidaya ikan mas di kolam air deras (running water system) merupakan teknologi yang diadopsi dari Jepang dan pernah popular di Indonesia sejak tahun 1980. Teknologi ini dianggap cocok dikembangkan di Indonesia karena banyak terdapat sumber air baik sungai maupun irigasi, dengan topografi yang memungkinkan air kolam dapat dikeringkan dengan cara gravitasi dan debit air minimal 100 liter/menit. Komoditas yang dibudidayakan adalah ikan mas dan nila. Sentra produksi ikan mas banyak dikembangkan di Provinsi Jawa Barat (Ciamis, Sukabumi, Tasikmalaya, Bogor, Garut, Bandung, Cianjur, Purwakarta, Majalaya, Sumedang) dan Sumatera Barat, karena ikan mas merupakan ikan budaya penduduk pada kedua provinsi tersebut.
Sistem budidaya KAD pernah mengalami masa keemasan pada tahun 1995. Namun dengan adanya kasus penyakit Koi Herves Virus (KHV) yang terbawa oleh koi impor pembawa virus KHV pada tahun 2002 menyebabkan kematian massal ikan mas dan koi sehingga merugikan hampir seluruh pembudidaya ikan mas KAD di Indonesia. Penyakit ini masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan ikan hias koi. Serangan KHV menghancurkan industri budidaya ikan mas di Jawa Barat (Cirata, Jatiluhur, Subang, dan Bogor), Jawa Tengah, Jawa Timur (industri ikan koi), Bali (Danau Batur), Sulawesi (Danau Tondano), dan Sumatera (Lubuk Linggau dan Danau Maninjau) dalam waktu kurang dari 2 tahun. Usaha budidaya ikan mas KAD banyak ditinggalkan oleh pembudidaya dan banyak yang beralih ke komoditi ikan nila, sedangkan ikan mas saat ini banyak dibudidayakan di Karamba Jaring Apung (KJA).
Target pencapaian produksi nasional tahun 2011 budidaya air tawar masih diarahkan pada komoditas ungulan yakni gurami, nila, patin, lele dan mas dan target khusus ikan mas pada tahun 2011 mencapai 280.400 ton. Sasaran produksi ikan mas pada tahun 2010 sebesar 267.100 ton dan telah tercapai angka produksi sementara sebesar 374.112 ton dan sasaran produksi tahun 2010 telah melampaui dari target awal yang hanya dipatok. Sementara itu, produksi terbesar ikan mas tahun 2010 yaitu Provinsi Jawa Barat (148.758 ton) dan Sumatera Barat (36.276 ton) karena sebagai sentra produksi ikan mas.
Pasar ikan mas untuk ekspor hampir tidak ada karena sudah sepenuhnya diserap pasar lokal. Walaupun permintaan di tingkal pasaran lokal akan ikan mas dan ikan air tawar lainnya selalu mengalami pasang surut, namun dilihat dari jumlah hasil penjualan secara rata-rata selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun maka sektor budidaya ikan mas merupakan salah satu peluang usaha bisnis yang cerah. Permintaan dari luar juga relatif sedikit sehingga Kementerian Kelautan dan Perikanan mengarahkan ikan mas untuk konsumsi domestik dimana konsumsi ikan mas paling tinggi di Provinsi Jawa Barat khususnya oleh restoran-restoran. Tingkat kebutuhan ikan konsumsi secara khusus untuk ikan mas belum tersedia tetapi tingkat konsumsi ikan secara nasional tahun 2009 mencapai 30 kg/kapita/thn. Sementara itu, industri pengolahan ikan mas masih sedikit karena pengusaha belum memiliki teknologi yang memadai untuk mengolah ikan mas. Hal itu juga disebabkan permintaan produk olahan ikan mas masih kurang bagus, karena masyarakat lebih suka membeli ikan mas dalam keadaan hidup atau masih segar.
Banyak pembudidaya ikan mas di KAD yang beralih ke sistem KJA (Keramba Jaring Apung) karena masih banyak hambatan budidaya ikan KDA dan KJA dianggap lebih efisien dan produktif. Hambatan ikan mas di kolam air deras (KAD) jika dibandingkan dengan budidaya sistem KJA:
Daya dukung lingkungan untuk KAD berkurang.
- Debit air di (KAD) minimal 100 liter/menit/m3 dan kualitas air sangat dipengaruhi oleh kondisi air hujan, selain itu debit air sungai di wilayah tertentu rata-rata menurun karena dimanfaatkan juga oleh banyak orang seperti irigasi pertanian dan kebutuhan rumah tangga.
- Ketersediaan air untuk KAD tergantung musim sedangkan di KJA tersedia sepanjang tahun. Pada saat musim hujan, air media menjadi keruh sehingga mempengaruhi kualitasnya.
- Ketersediaan oksigen di KJA masih tinggi, pergantian airnya bagus dan arus air tidak terlalu tinggi.
- Nilai efisiensi pakan di KJA berkisar 60 – 65% dibanding KAD yang berkisar 50 – 60% yang artinya pakan yang dikonsumsi KDA akan lebih banyak diserap menjadi nutrisi jika dibanding dengan ikan yang dipelihara di KJA. Ikan mas KAD memiliki FCR=1:1,8 lebih tinggi dibanding KJA memiliki FCR=1:1,2 sehingga pembudidaya KAD harus memelihara ikannya dengan ukuran besar, agar biaya operasional bisa tertutup. Selain efisiensi pakan, Dosis pakan yang diberikan sebanyak 4% bobot biomass/hari sedangkan Dosis pakan yang diberikan sebanyak 3% bobot biomass/hari.
- KJA karena tidak memerlukan pembelian tanah dan pembuatan kolam jika dibandingkan dengan KAD yang membutuhkan biaya konstruksi kolam yang kuat.
Faktor-faktor terpenting yang menjadi pertimbangan akan sangat berpengaruh dalam budidaya ikan mas KAD dalam rangka peningkatan produksinya yaitu:
- Debit air 100 liter/menit/m3 mampu menghasilkan oksigen terlarut (DO) yang tinggi sehingga dapat dilakukan penebaran yang tinggi dengan tingkat efisiensi pakan rendah. Sebagai contoh padat tebar ikan mas di kolam air tenang (KAT) dengan benih ukuran 7–9 cm (10 gram/ekor) sebanyak 5–7 ekor/m2 sedangkan untuk kolam air deras sebanyak 30 ekor/ m2 dengan ukuran 100 gr/ekor.
- Pada luasan yang sama, KAD dapat menghasilkan produksi lebih tinggi bila dibandingkan dengan KAT.
- Lokasi kolam sebaiknya di wilayah yang bersih dari hulu hingga hilir dan lokasi yang terjal serta aliran sungai terdapat riak yang besar, bukan dataran rendah yang tenang.
- Padat tebar, jika padat tebar terlalu tinggi akan terjadi persaingan untuk ukuran ikan yang tidak seragam di dalam memperoleh pakan sehingga kemungkinan mortalitas akan terjadi.
- Pakan yang diberikan harus bermutu baik, mengandung unsur hara yang diperlukan (protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
Tujuan utama dari kegiatan usaha budidaya ikan mas KAD untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu kegiatan tersebut tidak hanya sebatas memelihara ikan saja namun output dari ikan yang dihasilkan secara kuantitas dan kualitas serta kontinyuitas laku di pasar. Kendala-kendala dalam usaha budidaya ikan mas KDA terkadang menjadi salah satu momok bagi para pembudidaya. Beberapa kendala dalam budidaya ikan mas di kolam air deras:
- Budidaya ikan di kolam air deras membutuhkan debit air yang tinggi. Sementara itu debit air sangat dipengaruhi oleh kegiatan di sekitar lokasi budidaya antara lain untuk kegiatan irigasi pertanian dan kebutuhan rumah tangga. Debit air juga sangat tergantung pada musim.
- Penyakit yang sering menyerang ikan mas adalah KHV. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin maupun obatnya sehingga Indonesia belum dapat dinyatakan bebas KHV.
- Selain debit dan penyakit, benih merupakan masalah yang cukup serius karena budidaya ikan mas di KAD, Sediaan benih baik kuantitas maupun kualitas belum memenuhi persyaratan tujuh yaitu tepat, jenis, mutu, jumlah, tempat, ukuran, waktu & harga. Hal ini karena kebutuhan benih sebagian besar masih dipenuhi dari hasil usaha pembenihaan skala kecil dengan kualitas benih cenderung maih rendah, selain itu ketersediaan benih/ikan konsumsi disuatu wilayah pada umunya masih banyak yang didatangkan dari luar daerah, akibatnya biaya transport dan mortalitas selama pengangkutan menambah beban biaya produksi.
- Harga pakan ikan terus meningkat 2–3 kali sedangkan harga jual ikan terutama ikan air tawar meningkat kurang lebih 2 kali untuk pasar lokal sehingga kondisi ini menyulitkan pembudidaya untuk mengembangkan usaha.
Untuk mengatasi kendala-kendala budidaya ikan mas KDA tidak bisa dilakukan secara individual, tetapi membutuhkan peran pemerintah. Peranan pemerintah dalah hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam menangani kendala-kendala tersebut di atas:
- Monitoring pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan yang bertujuan untuk mengetahui kondisi keragaan kualitas lingkungan perairan dan juga distribusi penyebaran penyakit
- Sosialisasi penanggulangan penyakit ikan baik berupa aspek teknis maupun aspek non teknis. Aspek teknisnya melalui salah satu UPT dilingkup DKP melalui Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan melakukan monitoring rutin untuk melakukan berbagai sosialisasi tentang penanganan penyakit ikan, penggunaan obat-obatan yang sesuai dengan penerapan CBIB dan juga untuk mendapatkan data status kondisi penyebaran penyakit ikan dan lingkungan yang ada
- Sosialisasi teknologi budidaya: pengaturan pola tanam, mengurangi padat tebar, polikultur dengan nila merah dan nilem